Sabtu, 08 Juli 2017

Little Photon: Journey to The Edge of universe (Part 3)

Bagian 3: Alone


Photon panik. Hanya sesaat saja setelah perjalanannya dimulai, dia telah terpisah dari kedua adiknya. Dia mengalami dilema, haruskah dia meneruskan perjalanannya, atau haruskah dia berbalik arah dan mencari kedua adik kembarnya itu. Photon tidak yakin akan berhasil menemukan kedua adiknya di tengah kepadatan lalu lintas partikel yang nyaris tidak memiliki celah. Namun dia juga merasa was-was jika harus melanjutkan perjalanannya separtikel diri. Akhirnya dia memilih jalan tengah, menunggu.

Photon pun menunggu, dan terus menunggu sambil memperhatikan sekelilingnya, terutama daerah yang dilaluinya tadi. Namun tidak ada tanda-tanda kedua adiknya. Jangankan tampak, jejak energinya pun tidak terasa mesti hanya sedikit.
Ditengah padatnya lalu lintas partikel, photon melihat sebuah partikel bergerak tepat menuju dirinya. Harapannya sempat naik, namun kembali turun ketika dilihatnya ukuran partikel tersebut jauh lebih besar daripada ukuran kedua adiknya. Setelah beberapa waktu sampailah partikel besar tersebut ke lokasi photon.

“Permisi Pak Partikel Besar, apakah anda melihat dua partikel mungil, kira-kira seukuran satu per tiga milyar dua ratus delapan puluh tiga juta tujuh ratus sembilan puluh empat ribu empat ratus empat puluh lima kali ukuran anda bergerak menuju tempat ini dari arah yang sama dengan anda?” Tanya photon dengan harapan mendapat petunjuk tentang posisi kedua neutrino adiknya.

Partikel besar tersebut kemudian berhenti tepat di depan photon, mengamatinya sejenak, lalu memberikan respon yang benar-benar tidak terduga oleh photon.

“WAHAHAHA.... WAHAHA...WAWAHAHAWAHA...WAHAHAHAHAHAHA....!!!”

Mendapat respon seperti itu, photon terdiam kaku, berpikir sekeras yang dapat dilakukannya, namun tidak berhasil memperoleh terjemahan dari respon yang didapatnya selain “tawa menyeramkan”. Instingnya pun mulai mengambil alih. Photon bergarak mundur secara perlahan menjauhi partikel besar tersebut, takut partikel besar tersebut akan melukai dirinya jika dirinya jika melakukan gerakan yang tiba-tiba.

Melihat photon bergerak menjauh, partikel besar tersebut bukannya pergi, tapi malah mendekati photon.

“WAHAHAHA.... WAHAHA...WAWAHAHAWAHA...WAHAHAHAHAHAHA....!!!”

Kembali partikel besar memberikan respon tawa menyeramkan. Photon pun semakin takut hingga tidak berani bergerak.

“Ampuni saya wahai Tuan Partikel Besar, jangan makan saya, jangan sakiti saya. Saya hanya ingin bertanya kepada Tuan tentang adik saya. Tidak ada maksud lain Tuan” Ucap photon sambil memelas, berharap pertikel besar di hadapannya tidak akan menyakiti dirinya.

Sang partikel besar pun berhenti mendekati photon, namun tidak menunjukkan indikasi dirinya akan pergi dari tempat tersebut. Pandangannya terfokus pada photon dan photon pun menyadari itu.

Tidak berapa lama berselang, datang partikel besar kedua yang sama persis dengan partikel besar pertama. Melihat ada dua partikel besar dihadapannya, photon pun semakin takut.

“Tenang wahai photon kecil, tidak usah takut. Kami tidak akan menyakitimu. Perkenalkan, aku adalah Karbon. Partikel besar yang ada di sampingku ini adalah Karbon. Kami bersaudara. Engkau boleh memanggil kami dengan sebutan Karbon”, Karbon memperkenalkan dirinya.

“Aku sempat memperhatikan percakapan kalian tadi. Dan aku paham kenapa engkau merasa takut dengan saudaraku ini. Bukan hanya engkau yang takut. Beberapa waktu yang lalu saudaraku menghampiri satu partikel Muon dan mencoba berbicara dengannya.  Muon tersebut sangat ketakutan, dia meluruh dan hilang tanpa jejak dalam sekejap”.

“saudaraku ini tidak bermaksud jahat. Sebenarnya dia menjawab pertanyaanmu. Hanya saja dia berbicara dalam bahasa karbon.”

Karbon kembali melanjutkan: “Tidak seperti diriku, saudaraku ini hanya dapat berbicara dengan bahasa karbon. Dia paham pertanyaanmu, namun tidak dapat menjawab menggunakan bahasamu. Dulu ketika dalam kandungan saudaraku ini sungsang, jadi ada sedikit kelainan bawaan.Ditambah lagi beberapa saat setelah dilahirkan dia ditabrak dengan sangat keras oleh partikel proton yang mabuk.”

Mendengar penjelasan tersebut, photon pun lega.

“WAHAHAHAHAHA..??” Tanya karbon kepada saudaranya.

“WAHAHAHAHAHA. WAHAHA..HAHAHAHA.... WAHAHAWAHAWAHA.. WAHAHAHAHAHA... WAHAAAHAHA..!!”.

“Baiklah, aku paham. Biar aku terjemahkan apa yang saudaraku ucapkan kepadamu. Tadi dirimu bertanya tentang kedua adikmu, neutrino kan? Saudaraku menjawab, ‘tidak usah menunggu. Kau tidak akan mungkin bertemu kembali dengan mereka”. Tapi kata saudaraku kau tidak paham, jadi saudaraku kembali mengulang ucapannya kepadamu”.

“Jadi begitu rupanya. Maafkan aku Tuan Karbon, aku telah salah paham kepadamu. Tapi mengapa engkau sangat yakin bahwa aku tidak akan bertemu lagi dengan kedua adikku itu?

“Rupanya engkau tidak tahu. Aku ingin memastikan, ketika kalian memulai perjalanan, siapakah yang berada di depan”? tanya Karbon.

“Aku, diikuti oleh kedua adikku”, jawab photon.

“Wahai photon kecil, ketahuilah bahwa neutrino itu buta arah. Berjalan di depan mereka adalah kesalahan terbesarmu.”, ucap Karbon kepada photon. 

“Apa? Oh tidak.... pantas sebelum berangkat mereka berkata arah manapun tidak menjadi masalah..”

“Jadi engkau tidak perlu menunggu lagi. Lanjutkan saja perjalananmu.” Ucap Karbon. “Kami juga harus melanjutkan perjalanan. Ada konferensi yang diadakan kaum karbon di tepi inti matahari dengan topik peluang membentuk polimer hidrokarbon tak jenuh di dalam inti matahari. Sayangnya ini konferensi intenal, jadi engkau tidak dapat menghadirinya”.

“Terima kasih atas tawaran yang engkau berikan, wahai Tuan Karbon”.  Jawab photon. “Aku juga harus melaksanakan tugas besar yang telah diamanatkan oleh partikeltuaku”.

“Baiklah, kami pergi. Tidak boleh terlambat menghadiri acara. Semoga engkau berhasil menunaikan tugas besarmu tersebut”. Ucap Karbon. Mereka pun pergi. 

Tinggallah photon di sana separtikel diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar