Bagian 3: Alone
Photon panik. Hanya sesaat saja
setelah perjalanannya dimulai, dia telah terpisah dari kedua adiknya. Dia
mengalami dilema, haruskah dia meneruskan perjalanannya, atau haruskah dia
berbalik arah dan mencari kedua adik kembarnya itu. Photon tidak yakin akan
berhasil menemukan kedua adiknya di tengah kepadatan lalu lintas partikel yang
nyaris tidak memiliki celah. Namun dia juga merasa was-was jika harus
melanjutkan perjalanannya separtikel diri. Akhirnya dia memilih jalan tengah,
menunggu.
Photon pun menunggu, dan terus
menunggu sambil memperhatikan sekelilingnya, terutama daerah yang dilaluinya
tadi. Namun tidak ada tanda-tanda kedua adiknya. Jangankan tampak, jejak
energinya pun tidak terasa mesti hanya sedikit.
Ditengah padatnya lalu lintas
partikel, photon melihat sebuah partikel bergerak tepat menuju dirinya.
Harapannya sempat naik, namun kembali turun ketika dilihatnya ukuran partikel
tersebut jauh lebih besar daripada ukuran kedua adiknya. Setelah beberapa waktu
sampailah partikel besar tersebut ke lokasi photon.
“Permisi Pak Partikel Besar,
apakah anda melihat dua partikel mungil, kira-kira seukuran satu per tiga
milyar dua ratus delapan puluh tiga juta tujuh ratus sembilan puluh empat ribu
empat ratus empat puluh lima kali ukuran anda bergerak menuju tempat ini dari
arah yang sama dengan anda?” Tanya photon dengan harapan mendapat petunjuk
tentang posisi kedua neutrino adiknya.
Partikel besar tersebut kemudian
berhenti tepat di depan photon, mengamatinya sejenak, lalu memberikan respon
yang benar-benar tidak terduga oleh photon.
“WAHAHAHA.... WAHAHA...WAWAHAHAWAHA...WAHAHAHAHAHAHA....!!!”
Mendapat respon seperti itu,
photon terdiam kaku, berpikir sekeras yang dapat dilakukannya, namun tidak
berhasil memperoleh terjemahan dari respon yang didapatnya selain “tawa
menyeramkan”. Instingnya pun mulai mengambil alih. Photon bergarak mundur secara
perlahan menjauhi partikel besar tersebut, takut partikel besar tersebut akan
melukai dirinya jika dirinya jika melakukan gerakan yang tiba-tiba.
Melihat photon bergerak menjauh,
partikel besar tersebut bukannya pergi, tapi malah mendekati photon.
“WAHAHAHA.... WAHAHA...WAWAHAHAWAHA...WAHAHAHAHAHAHA....!!!”
Kembali partikel besar memberikan
respon tawa menyeramkan. Photon pun semakin takut hingga tidak berani bergerak.
“Ampuni saya wahai Tuan Partikel
Besar, jangan makan saya, jangan sakiti saya. Saya hanya ingin bertanya kepada Tuan
tentang adik saya. Tidak ada maksud lain Tuan” Ucap photon sambil memelas,
berharap pertikel besar di hadapannya tidak akan menyakiti dirinya.
Sang partikel besar pun berhenti
mendekati photon, namun tidak menunjukkan indikasi dirinya akan pergi dari
tempat tersebut. Pandangannya terfokus pada photon dan photon pun menyadari
itu.
Tidak berapa lama berselang, datang
partikel besar kedua yang sama persis dengan partikel besar pertama. Melihat
ada dua partikel besar dihadapannya, photon pun semakin takut.
“Tenang wahai photon kecil, tidak
usah takut. Kami tidak akan menyakitimu. Perkenalkan, aku adalah Karbon. Partikel
besar yang ada di sampingku ini adalah Karbon. Kami bersaudara. Engkau boleh memanggil
kami dengan sebutan Karbon”, Karbon memperkenalkan dirinya.
“Aku sempat memperhatikan
percakapan kalian tadi. Dan aku paham kenapa engkau merasa takut dengan
saudaraku ini. Bukan hanya engkau yang takut. Beberapa waktu yang lalu
saudaraku menghampiri satu partikel Muon dan mencoba berbicara dengannya. Muon tersebut sangat ketakutan, dia meluruh
dan hilang tanpa jejak dalam sekejap”.
“saudaraku ini tidak bermaksud
jahat. Sebenarnya dia menjawab pertanyaanmu. Hanya saja dia berbicara dalam
bahasa karbon.”
Karbon kembali melanjutkan: “Tidak
seperti diriku, saudaraku ini hanya dapat berbicara dengan bahasa karbon. Dia
paham pertanyaanmu, namun tidak dapat menjawab menggunakan bahasamu. Dulu
ketika dalam kandungan saudaraku ini sungsang, jadi ada sedikit kelainan
bawaan.Ditambah lagi beberapa saat setelah dilahirkan dia ditabrak dengan sangat
keras oleh partikel proton yang mabuk.”
Mendengar penjelasan tersebut,
photon pun lega.
“WAHAHAHAHAHA..??” Tanya karbon
kepada saudaranya.
“WAHAHAHAHAHA.
WAHAHA..HAHAHAHA.... WAHAHAWAHAWAHA.. WAHAHAHAHAHA... WAHAAAHAHA..!!”.
“Baiklah, aku paham. Biar aku
terjemahkan apa yang saudaraku ucapkan kepadamu. Tadi dirimu bertanya tentang
kedua adikmu, neutrino kan? Saudaraku menjawab, ‘tidak usah menunggu. Kau tidak
akan mungkin bertemu kembali dengan mereka”. Tapi kata saudaraku kau tidak
paham, jadi saudaraku kembali mengulang ucapannya kepadamu”.
“Jadi begitu rupanya. Maafkan aku
Tuan Karbon, aku telah salah paham kepadamu. Tapi mengapa engkau sangat yakin
bahwa aku tidak akan bertemu lagi dengan kedua adikku itu?
“Rupanya engkau tidak tahu. Aku
ingin memastikan, ketika kalian memulai perjalanan, siapakah yang berada di
depan”? tanya Karbon.
“Aku, diikuti oleh kedua adikku”,
jawab photon.
“Wahai photon kecil, ketahuilah
bahwa neutrino itu buta arah. Berjalan di depan mereka adalah kesalahan terbesarmu.”,
ucap Karbon kepada photon.
“Apa? Oh tidak.... pantas sebelum
berangkat mereka berkata arah manapun tidak menjadi masalah..”
“Jadi engkau tidak perlu menunggu
lagi. Lanjutkan saja perjalananmu.” Ucap Karbon. “Kami juga harus melanjutkan
perjalanan. Ada konferensi yang diadakan kaum karbon di tepi inti matahari dengan
topik peluang membentuk polimer hidrokarbon tak jenuh di dalam inti matahari.
Sayangnya ini konferensi intenal, jadi engkau tidak dapat menghadirinya”.
“Terima kasih atas tawaran yang
engkau berikan, wahai Tuan Karbon”. Jawab photon. “Aku juga harus melaksanakan
tugas besar yang telah diamanatkan oleh partikeltuaku”.
“Baiklah, kami pergi. Tidak boleh
terlambat menghadiri acara. Semoga engkau berhasil menunaikan tugas besarmu
tersebut”. Ucap Karbon. Mereka pun pergi.
Tinggallah photon di sana separtikel diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar